0
DP.jpg24 Agustus 2015

TOPNEWS.com - SURAKARTA -Berbagai elemen masyarakat, di antaranya kelompok masyarakat peduli pendidikan di Solo dan Yogyakarta, menyatakan, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dipandang perlu dibubarkan apabila dalam melaksanakan fungsinya tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Menurut mereka, kedua lembaga tersebut saat ini masih berfungsi sebagai "lembaga stempel" seperti masa lalu yang melegalkan praktik-praktik menyimpang yang merusak pendidikan.

Pernyataan tersebut terungkap dalam diskusi panel "Penyusunan Naskah Kebijakan Koalisi Masyarakat Sipil Transparansi Pendidikan (KMSTP), dengan panelis Drs. Suparlan (konsultan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), Fransiska Andruyani, SPd, (staf ahli DPRD Yogyakarta bidang pendidikan) dan Putut Gunawan (anggota Komis IV DPRD Solo), Senin (24/8/2015).

Salah seorang anggota masyarakat peduli pendidikan Yogyakarta, Yulia, secara terbuka mengungkapkan, di DI Yogyakarta ada sekolah melakukan pungutan liar (pungli) sampai Rp 5 juta. Namun Komite Sekolah setempat tidak berdaya menghentikan praktik tersebut, sehingga sekolah tersebut hanya bisa diakses orang-orang kaya.

"Praktik pungli di sekolah negeri favorit yang dibiayai negara dalam jumlah besar tak bisa dihentikan. Itu menakutkan, karena yang bisa mengakses hanya orang-orang kaya," katanya dalam nada tinggi.

Dia melihat, ada kesan orang-orang miskin yang tidak punya akses ke sekolah semacam itu dipiara agar negara dapat menyalurkan dana hibah pendidikan yang berjumlah besar.

Jika demikian, dia minta Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditiadakan dan solusinya lembaga itu diganti lembaga lain semacam BPJS khusus bidang pendidikan.

Menanggapi lontaran itu, panelis Suparlan dan Fransiska Andriyani, hampir senada mengemukakan, peraturan pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 yang mengatur Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus direvisi. Keduanya melihat, banyak substansi PP tersebut perlu dievaluasi kelebihan, kelemahan dan ketidakselarasannya dengan UU Sisdiknas.

"Banyak sekali pasal dalam PP No 17 yang bertentangan dengan UU Sisdiknas. Ada pula pasal karet, seperti sumber pembiayaan kedua lembaga itu yang tidak mendukung fungsi dan tugasnya," ujar Suparlan.

Andriyani menambahkan, di Kab. Gunung Kidul saat ini akan membahas Raperda Pendidikan, karena masih banyak kelemahan dalam aturan tentang pendidikan di daerah yang tidak mengacu pada UU Sisdiknas.

Dia berharap, setelah masalah pendidikan di Perdakan, dapat menegaskan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam pengawasan, memberi pertimbangan dan menyalurkan bantuan lebih kuat.

Sedangkan Putut Gunawan, menegaskan, perubahan PP 17 merupakan keniscayaan karena memang banyak pasal yang perlu direvisi. Namun, masalahnya untuk mengubah dan menyelaraskan PP dengan kebutuhan masa depan pendidikan, khususnya pendidikan di daerah, ada kendala kebijakan pemerintah pusat terkait kurikulum belum ada kepastian.

"Kalau kita melihat ke depan saat hadirnya bonus demografi di Indonesia, semakin menguatkan keniscayaan adanya perubahan. Jika tidak segera ada perubahan, kita akan kecolongan karena jumlah penduduk usia produktif tidak berpendidikan akan sangat banyak. Itu bisa menimbulkan bencana kependudukan di Indonesia," tegasnya. (Tok Suwarto/A-89)***

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2015/08/24/339626/dewan-pendidikan-dan-komite-sekolah-sebaiknya-dibubarkan

Posting Komentar

 
Top